Mediacarta – Hari-hari Dokter Erni Juwita Nelwan sepertinya tidak mengenal hari libur. Pandemi Covid-19 memberinya pelajaran yang sangat penting. Erni dan rekan-rekannya harus siap secara fisik dan mental setiap hari sebelum bertemu pasien. Menjadi dokter spesialis penyakit dalam tentu saja sangat rentan baginya. Setiap orang harus bersiap dengan baik untuk mencegah infeksi. Karena tidak ada yang tahu kapan virus masuk ke dalam tubuh. Kondisi ini juga menuntut dr Erni dan rekan-rekannya siap lahir batin untuk bekerja. ‘Setiap hari kami bekerja, kami harus mulai dengan bismilla. “Persiapkan segala upaya untuk mencegah infeksi,” kata Dr. Erni merdeka.com.
Dokter Erni mungkin merasa lelah selama pelayanan selama pandemi. Namun, jalur berisiko ini justru menjadi pilihan. Ia selalu mengingatkan dirinya untuk tidak mudah menyerah. Covid-19 bukan satu-satunya penyakit yang ditakuti. Kalaupun lenyap, masih banyak virus lain yang mengancam keselamatan tenaga kesehatan. Salah satunya adalah penyakit tuberkulosis (TBC) yang hingga saat ini masih menghantui. “Ini profesi saya, setiap orang yang bergerak di bidang kesehatan melihatnya sebagai tantangan,” kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu.
Tim Sukabuminewsupdate.com mencatat jumlah tenaga kesehatan yang meninggal akibat Covid-19 saat pandemi di Indonesia. Dari 2 Maret 2020 hingga 27 Januari 2021, 647 petugas kesehatan akan meninggal. Dari 647 tenaga kesehatan yang meninggal, 289 di antaranya adalah dokter. Sedangkan 27 orang adalah dokter gigi, 221 perawat, 84 bidan, 11 apoteker, dan 15 tenaga laboratorium medik. Selain itu, dokter yang meninggal terdiri dari 161 dokter umum, 123 dokter spesialis, dan 5 residen. Bahkan IDI menyebut angka kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tertinggi di Asia dan tiga besar dunia. Angka ini terlihat berdasarkan perbandingan statistik uji Covid-19 dan populasi. Melihat kondisi tersebut, Kementerian Kesehatan segera mengambil tindakan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tingginya kasus positif Covid-19 tidak berbanding lurus dengan jumlah tenaga kesehatan. Indonesia semakin kekurangan tenaga kesehatan.
Ada juga solusinya, yakni pelonggaran beberapa aturan yang bisa membuat perawat yang tidak memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) resmi langsung bekerja. Sejauh ini, ada sekitar 10.000 calon perawat. Rencana yang sama juga diterapkan pada dokter. Tim IDI dan tim Kementerian Kesehatan sedang mengkaji. Sejauh ini mereka melihat sekitar 4.000 dokter belum memiliki utilitas. Budi berharap solusi ini bisa diterima dan direalisasikan. Namun, sebelum diberlakukan, dia berharap jumlah penyebaran Covid-19 bisa dikurangi.
Harus Bangkit dan Semangat
Sejak dua kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020, semua aspek kehidupan masyarakat semakin jauh dari normal. Setiap hari, data tentang peningkatan kasus dan daftar pasien Covid-19 yang meninggal semakin meningkat. Namun bukannya tanpa harapan, sebagian juga berhasil bangkit dari sakit. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyoroti kebijakan yang berbeda selama masa pandemi di Indonesia. Akibatnya, banyak kebijakan lahir. Sayangnya, bagaimanapun, peningkatan bisnis masih terus berlangsung.
Sementara itu, ia mengatakan, sejak awal memang ada kontradiksi dalam kebijakan pemerintah dalam menyikapi pandemi. Setelah disortir, hal pertama dalam menangani suatu pandemi adalah pencegahan, penemuan kasus dan tindakan yang diambil untuk mencegah dan mengatasi penyebaran Covid-19. “Kami main mata dengan PSBB dengan ‘New normal’, dengan ‘kebiasaan baru’, lalu ‘berdamai dengan Covid’, ‘kami tidak bisa pulang, tapi kami bisa kembali ke kampung halaman.’ Ini membuat pusing semua orang, ”kata Ede merdeka.com. Alasan lain yang mungkin menjadi penyebab meningkatnya kasus Covid-19, lanjutnya, terkait kasus hukum.
Pada awal pandemi, laboratorium yang tersedia sangat minim. Seiring berjalannya waktu, kekurangan tersebut terus diatasi. Pemerintah harus tetap memperhatikan aspek ketersediaan laboratorium di seluruh wilayah Indonesia dan tidak memusatkan laboratorium di satu daerah saja. Proses mencari bisnis baru bisa jadi lebih mudah dan cepat, menurut Ede. Oleh karena itu, deteksi kasus dilakukan secara dini dan dengan cepat memutus rantai distribusi. “Kami tidak bisa menahan jumlah kasus untuk mencegah dan menyelidiki kasus. Dan logikanya kami harus memperkuat masyarakat karena garis depan ada di masyarakat. Pelayanan rumah sakit adalah benteng terakhir,” ujarnya.